Saat Inter Milan berhasil merengkuh treble winner
pada 2010 lalu, tentunya menjadi prestasi yang membanggakan bagi sepak bola Italia, khususnya Interisti. Namun, jika menilik lebih jauh, keberhasilan
tersebut hanya menjadi euforia semu bagi sepak bola Italia. Bagaimana tidak,
sejak tahun lalu, Italia mengalami penurunan prestasi drastis di Eropa. Nilai
koefisiensi mereka dilampaui Jerman yang mengusung Bundesliga 1. PopularitasSerie-A mungkin lebih unggul, namun dari segi peningkatan infrastruktur,
pengelolaan bisnis, serta daya tarik penonton, Bundesliga 1 cukup pesat
perkembangannya.
Miris melihat stadion-stadion di Italia tak melulu
dipenuhi penonton. Berbanding terbalik dengan stadion-stadion di Jerman yang
hampir selalu penuh. Padahal, dari segi fanatisme, suporter Italia tak kalah.
Namun ada satu pembeda. Saat Inggris, Spanyol, maupun Jerman mulai mengusung
sepak bola industri, Italia masih berkutat dengan konsepsi awal, yakni sekadar
olahraga dan permainan, demi mengejar prestasi.
Ya, dari konsepsi awal yang dipahami banyak orang,
sepak bola memang tak lebih dari sekadar olahraga dan permainan. Tak kurang,
tak lebih. Hingga akhir 1960-an, citra itu sangatlah lekat. Namun, seiring
modernisasi yang bergulir di seluruh penjuru jagat dan berkembangnya
profesionalisme di sepak bola, citra tersebut mulai bergeser. Kini, sepak bola
adalah bisnis dan hiburan.
Dalam kerangka itulah para pengelola klub sepak bola
kian gencar dalam berlomba mengeruk uang. Perhitungan untung-rugi menjadi hal
yang sangat lazim. Namun hal itu belum tampak di Italia. Terbaru, AS Roma mulai
berpaling dari konsepsi lama, dan mulai mengusung sepak bola industri.
Dipelopori oleh pengusaha asal Amerika Serikat selaku pemilik baru, Thomas Di
Benedetto.
Memang tak instan. Manchester United, Arsenal, Chelsea
hingga Manchester City pun merasakan hal itu pada awal-awal revolusi mereka.
Namun, setidaknya pengorbanan itu diyakini bakal membuahkan hasil.
Dari tahun ke tahun, sepak bola menjelma menjadi
bisnis raksasa dengan omset triliunan rupiah. Klub-klub kian berlomba menjadi
yang terdepan dalam pendapatan dan keuntungan. Pelbagai cara pun dilakukan,
dari menarik sponsor sebanyak-banyaknya hingga merombak dan membangun stadion
baru.
Dalam beberapa tahun terakhir, langkah pembangunan
stadion baru menjadi tren anyar. Tengok saja Bayern Muenchen yang mengeluarkan
uang 340 juta euro (sekitar Rp5,3 triliun) untuk membangun Stadion Allianz
Arena pada 2002-05. Arsenal lebih gila. Mereka mengeluarkan 430 juta pounds
(sekitar Rp7,2 triliun) kala membangun Stadion Emirates.
Di Italia, dengan bangga Juventus memperkenalkan
markas baru mereka, Juventus Arena, yang dibangung dengan mengorbankan lahan
seluas 355.000 hektar di bekas lokasi Stadion Delle Alpi. Kini, mereka bisa
mengusungkan dada, sebagai pelopor pembangunan stadion pribadi di Italia.
Jika dibandingkan Alianz Arena dan Emirates, Juventus
Arena memang tak lebih besar. Biaya yang dikeluarkan pun masih jauh di
bawahnya, yakni sekitar 100 juta euro (sekitar Rp1,2 trilyun). Namun, jangan
ditanya berapa keuntungan yang diraup I Bianconeri dengan memiliki stadion
berkapasitas 41.000 penonton itu. Sejak menempati Juventus Arena, penghasilan
mereka ditaksir tak kurang dari 60-70 juta euro. Bandingkan ketika Si Nyonya
Tua harus turun kasta ke Serie-B. Pemasukan mereka hanya berkisar 8 juta euro
(sekitar Rp96,6 miliar).
Bagaimana dengan klub-klub lain? Sedikit bocoran,
Lazio pun sudah berencana menempati stadion baru yang dinamai Stadion Delle
Aquile yang tengah dalam masa pematangan. AC Milan dan AS Roma pun tak kalah.
Mereka terus bergerak untuk mewujudkan rencana kepemilikan stadion pribadi.
Lalu Inter? Sudah menjadi rahasia umum klub yang
dikuasai taipan minyak, Massimo Moratti ini berharap sudah memiliki stadion
baru, setidaknya pada musim 2013-14. Mengenai rencana pembangunan stadion baru
milik Inter pun sudah sempat saya bahas di artikel sebelumnya (Kado
Perpisahan Untuk Giuseppe Meazza).
Wacana membangun stadion baru sudah muncul sejak 2008
lalu, bertepatan dengan pesta seratus tahun lahirnya Inter. Setahun masa
penggodokan rencana itu, hingga kini mereka sudah memulai pembangunan proyek
yang ditaksir senilai 300-400 juta euro, atau tak kurang dari Rp4,3 miliar.
Dana tersebut didapat dari pelbagai sumber, mulai dengan meminjam ke bank,
hingga sponsorship.
Moratti sendiri tak main-main. Pengorbanan sudah
dilakukan, termasuk mengontrol kebijakan transfer demi menyeimbangkan neraca
keuangan. Jangan heran dalam beberapa tahun terakhir Inter kerap menjual
pemain-pemain bintang dengan harga selangit. Zlatan Ibrahimovic ke Barcelona,
Mario Balotelli ke Manchester City, hingga Samuel Eto'o ke Anzhi Makhachkala.
Semua mutlak demi memperkokoh fondasi Inter, dalam hal prestasi maupun bisnis.
Hingga kini, proyek stadion baru memang terkesan
rahasia. Sangat jarang pemberitaannya muncul di media. Namun, agaknya kejutan
besar memang tengah direncanakan Moratti. Stadion yang akan didedikasikan untuk
dua mantan presiden klub, Angelo Moratti (ayah Massimo Moratti) serta Giacinto
Facchetti (eks kapten Inter) ini akan memiliki kapasitas sekitar 60-65.000
tempat duduk. Memang tak sebanding dengan Giuseppe Meazza yang memiliki 85.700
tempat duduk. Namun Moratti lebih mementingkan kenyamanan, serta fasilitas
lengkap nan modern.
Tugas berat pun tengah dilakukan Sports Investment
Group, selaku konsultan pelaksana proyek pembangunan stadion baru Inter. Di
stadion baru, bakal terdapat fasilitas bintang lima, seperti restoran, pusat
perbelanjaan, tempat bermain anak-anak, museum, galeri piala dan banyak lagi.
"Kami tengah mengerjakan stadion baru untuk Inter. Dibanding dengan yang
dulu, markas baru ini akan memiliki teknologi dan fasilitas multimedia yang
jauh lebih lengkap,” ujar manajer proyek Sports Investment Group,
Nicholas Gancikoff seperti dilansir La Gazzetta dello Sport.
Selain fasilitas lengkap dan modern, Moratti memang
menjadikan kenyamanan penonton sebagai harga mati. Selain lahan parkir luas,
beserta sarana transportasi komplet, sudut penglihatan penonton di setiap tribun
pun akan dibuat lebih nyaman dan semaksimal mungkin. Selain itu, satu lagi
inovasi di dalam stadion, yakni tidak adanya trek lari yang menjadi jarak
penonton dengan lapangan.
Di tempat duduk penonton, khususnya di tribun VIP pun
akan tersedia penyewaan layar genggam untuk mempermudah melihat tayangan ulang
gol atau kejadian-kejadian penting selama pertandingan. Dengan menyediakan
10-20 ribu tempat duduk VIP, Moratti berharap mendapatkan sekitar 100 juta euro
(Rp1,45 triliun) per tahunnya. Jika demikian, hanya tiga tahun modal Moratti
sudah bisa kembali. Sekadar info, pendapatan Inter dari Giuseppe Meazza hanya
sekitar 30 juta euro (Rp436,2 miliar) per tahunnya. Sudah termasuk
potongan-potongan berupa uang sewa, pajak, dan sebagainya.
Sebagai perbandingan, klub raksasa Inggris, Manchester
United masih berada di atas dalam hal penghasilan dari penonton di stadion,
yakni mencapai 138 juta euro atau sekitar Rp1,66 triliun. Diikuti Arsenal (135
juta euro), Chelsea (111 juta euro), Barcelona (89 juta euro), Real Madrid (82
juta euro), serta Liverpool (57 juta euro). Salah satu rival Inter, AS Roma dan
Lazio diperkirakan meraup 24 juta euro (sekitar Rp289,9 miliar) selama bermukim
di Stadion Olimpico.
Berdasarkan pengamatan Deloitte, pembangunan
stadion baru memang mendongkrak pendapatan klub. “Salah satu keunggulan
klub-klub Inggris yang membuat mereka mendominasi Football Money League
adalah kesinambungan investasi terhadap stadion,” ungkap Alan Switzer, salah
satu direktur di Sports Business Group Deloitte. “Performa klub-klub
Jerman juga melonjak karena perbaikan dan pembangunan stadion baru. Perlu
diingat, stadion tetaplah aset terbesar.”
Well, mari kita sama-sama berharap
investasi yang digelontorkan Moratti dalam waktu tidak terlalu lama sudah
mendatangkan keuntungan. Dari segi finansial, maupun prestasi. Dan tentu
stadion baru nantinya bakal menjadi kebanggaan Interisti. Jika tidak ada aral
melintang, pada 2013-14, Inter sudah siap menempati markas baru ini.
http://forzalabeneamata.blogspot.com/2011/12/update-stadion-baru-inter-siap-huni.html
0 komentar:
Posting Komentar